Adzan Magrib baru saja berkumandang. Walaupun seharian ini hujan
terus mengguyur, tak menyurutkan minat anak–anak sore itu untuk mendatangi
musholla dekat tempat tinggal mereka. Sebagian ada yang didampingi orang
tuanya, sebagian lagi berangkat sendiri dengan terlebih dahulu mampir ke teman
sepermainan.
Halaman musholla yang tadinya sepi sekarang ramai dengan riuhnya
bocah–bocah kecil itu. Ada yang masih memanjat pagar, ada yang bermain
kejar-kejaran dan beberapa lagi nampak berwudhu walaupun masih jauh dari
sempurna. Paling tidak tangan, wajah dan kaki sudah dibersihkan. Kalau
kebetulan disampingnya ada orang dewasa biasanya mulai benar wudhunya. Mereka
akan ikuti dari awal sampai akhir. Maklum usia mereka sebagian masih sekitar
empat tahunan.
Sekitar sepuluh menit kemudian iqomahpun terdengar dikumandangkan.
Mereka berlari berlarian masuk musholla agar bisa menempati shaft ke dua
minimal. Tapi kadang-kadang mereka menempati shaf pertama kalau kebetulan
jamaah dewasanya agak kurang. Kulihat salah seorang jamaah mulai mengatur
anak-anak itu dengan sabar. Satu per satu diatur rapatnya badan dan kaki dengan
teman disebelahnya. Itupun masih harus ditambah dengan nasehat tidak boleh
ramai kalau sedang sholat.
Begitu imam mengumandangkan takbiratul Ihram suasana menjadi
hening. Anak- anakpun terdiam karena baru mulai takbir. Begitu Al-fatihah
dibaca secara jahr, mulailah mereka yang sedikit hafal bacaan tersebut ikut
mengeraskan bacaannya mengikuti imam. Satu anak ikut membaca yang lain
sepertinya tidak mau kalah, lebih nyaring lagi malah. Jadilah bacaan Al-fatihah
itu seperti koor. Dan koor itu baru berhenti ketika imam membaca surah pendek
yang mereka belum kenal apalgi hafal. Sholatpun kembali tenang dan hening.
Rokaat kedua dimulai. Saat Al-fatihah kembali dibaca oleh imam
dengan tartil, mulailah anak–anak itu kembali mengikuti. Salah satu dari mereka
menegur dengan pelan maksudnya : "jangan ribut , biar pak imam saja yang
baca !" Rupanya dengan usia yang memang belum sampai, diapun menimpali :
"aku bisa kak , alhamdulillahi robbil ‘alamin …" Diteruskannya bacaan
tadi sampai batas dia hafal. Kakaknya yang lebih besar mencoba menenangkan
suasana dengan member kode supaya anak itu diam. Itupun tidak mempan karena
memang belum faham. Bahkan dia mulai berlari kekanan dan kekiri sambil
mengganggu kakak-kakaknya yang mulai belajar khusyu.
Suasana gaduhpun tak terhindarkan. Syukur pak imam tidak
terpengaruh dengan gaduhnya anak-anak itu. Rupanya ada satu jamaah yang merasa
risih dengan kondisi tersebut. Dia bangkit, keluar dari shaf kemudian membentak
anak–anak itu : ’ Diam… , kalau nggak mau diam nggak usah sholat, di luar saja
!’’ Aku sempat kaget juga dengan teguran itu. Beberapa jamaah mengatur shaf
agar tidak bolong setelah ditinggal olehnya. Suasana menjadi hening dan tentu
menegangkan bagi anak-anak itu.
Suasana sholatpun kembali tenang pada rokaat ke tiga. Dalam hati
akupun bersyukur suasana sholat Magrib itu kembali tenang. Justru aku tersentak
ketika mengucapkan salam pertama. Tak satupun anak-anak yang tadi ikut
berjamaah di belakangku tersisa di situ. Semua kabur rupanya…. Pantesan sepi,
pikirku. Dan semua jamaah dewasa saling diam tanpa aku mengerti jalan
pikirannya.
Sepanjang jalan sepulang jamaah aku merenung, adakah yang salah
? Dulu waktu kecil sepertinya aku mangalami hal yang sama. Atau bahkan lebih
dari itu. Yang jelas seingatku dulu rasanya nggak afdhol kalau nggak ikut
membaca Al Fatihah dengan nyaring yang kadang–kadang lebih nyaring dari imam.
Atau merasa kurang ramai kalau sujud nggak sambil menggelitik kaki jamaah di
depanku. Yang aku tahu bahwa sholat berjamaah itu mengasyikkan dan
menyenangkan. Ramai ketemu teman-teman, rukuk sambil menoleh kanan kiri, atau
sujud sambil mendengarkan bacaan sujud teman sebelahku yang juga belum hafal
seluruhnya. Ahh … dasar anak–anak.
Tanpa bermaksud menyalahkan siapapun tentunya suasana diatas
memang harus diluruskan. Barangkali caranya yang harus diperhalus. Wajar kalau
anak–anak dengan usia dibawah 5 tahun masih belum faham tentang sholat yang
baik. Diperlukan kesabaran yang luar biasa memang menghadapi mereka. Bahkan
nasehat yang sama agar tertib kalau sholat tetap saja di perlukan setiap
menjelang sholat .
Adalah hal yang sulit kalau kita yang dewasa berharap dengan
satu kali nasehat mereka akan pakai seterusnya. Karena usia mereka memang usia
bermain, dan barangkali waktu kecil kita juga melakukan hal yang sama.
Ada contoh yang indah dari Rasulullah SAW mengenai jamaah
bersama anak–anak. Suatu saat saat Rasulullah menjadi imam tiba–tiba cucu
beliau Umamah binti Zaenab menangis dan digendongnya sambil tetap menjalankan
sholat tanpa terganggu dengan tangisan cucunya. Begitupun dengan para sahabat
yang menjadi makmum. Ada kesejukan disana, si anak terpenuhi kebutuhan
emosionalnya sementara Rasulullah SAW dan para sahabat yang sedang sholat tetap
khusyu menghadap Rabb nya. Bahkan pernah juga cucu beliau naik ke punggung saat
beliau sujud dan Rasulullah SAW sujud dengan cukup lama sehingga pada saat
selesai sholat sahabat bertanya apakah yang terjadi ? Dengan sabar Nabi
junjungan kita itu menjelaskan keadaan yang barusan terjadi. Dan itulah Allah
menghendaki agar hal tersebut jadi tuntunan bagi kita umatnya. Semuanya
diselesaikan setelah sholat, bukan pada saat sholat berlangsung.
Akupun ingat cerita beberapa warga yang mengetahui sejarah
berdirinya musholla di lingkungan kami itu. Konon musholla itu didirikan untuk
menampung anak-anak belajar ngaji dan sholat berjamaah setelah beberapa kali
orang tua mereka mendapati anak- anaknya selalu dimarahi bahkan dibentak–bentak
ketika ikut sholat di masjid. Akhirnya anak-anak itupun jadi takut ke masjid.
Dan wargapun mulai membuat musholla untuk pembelajaran anak-anak mereka. Kalau
masjid atau musholla sudah menjadi momok bagi anak–anak, rasannya tidak
berlebihan kalau kita harus merasa ketakutan tentang hilangnya generasi muslim yang
akan datang.
Adalah hal yang sangat sulit ketika kita berharap pada saat
dewasa kelak mereka menjadi generasi yang cinta masjid dan sholat berjamaah
kalau tidak dimulai dari kecil. Atau kita boleh merasa iri apabila di
hiruk–pikuknya pasar masih banyak saudara–saudara kita yang bisa melaksanakan
sholat dengn khusyu dikios kecilnya tanpa terganggu dengan lingkungan
sekitarnya. Nasehat bagi mereka tetap harus dilakukan sebelum sholat dimulai
atau ditegur setelah sholat selesai. Pada saat setelah kita membantu mengatur
shaf mereka, maka serahkanlah urusan selanjutnya kepada "Yang menguasai
dan yang bisa membolak-balikkan hati manusia". Karena mereka semua adalah
anak-anak kita ……
Tidak ada komentar:
Posting Komentar